Latar Belakang
Pada 28 Oktober 2025, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning menyatakan bahwa mantan Presiden Soeharto “membunuh jutaan rakyat” dan menolak pemberian gelar pahlawan. Pernyataan ini memicu kontroversi karena menyentuh isu sensitif sejarah dan pelanggaran HAM.
Kronologi Laporan
- Pernyataan Ribka muncul di kegiatan internal partai.
- 12 November 2025, Aliansi Rakyat Anti Hoaks (ARAH) melaporkan Ribka ke Bareskrim Polri dengan dugaan pelanggaran Pasal 28 juncto Pasal 45 UU ITE.
- Ribka menanggapi laporan dengan kooperatif: “Hadapi saja.”
Reaksi & Tanggapan
Pihak pelapor menilai pernyataan Ribka menyesatkan karena tidak ada putusan pengadilan yang menetapkan Soeharto terbukti membunuh jutaan rakyat.
Sementara itu, politisi lain menekankan jasa Soeharto tidak bisa diabaikan, meski ada kritik politik.
Aspek Hukum & Sosial
Kasus ini menjadi ujian batas kebebasan berpendapat dan UU ITE. Secara sosial, menunjukkan bagaimana opini politik terhadap figur sejarah dapat memicu gelombang besar, memengaruhi opini publik, dan diuji dalam kerangka hukum.
Prospek Kelanjutan
Hingga kini, Bareskrim masih dalam tahap laporan. Tahapan selanjutnya bisa berupa pemanggilan saksi, pemeriksaan barang bukti, dan penilaian apakah pernyataan Ribka memenuhi unsur pidana atau tetap masuk ranah opini politik/historis.
Kesimpulan
Kasus Ribka Tjiptaning menyoroti pertemuan antara politik, sejarah, dan hukum. Kebebasan berpendapat tetap harus bertanggung jawab, memperhatikan fakta, bukti, dan dampak pada publik.